Wajibkah Mengulangi Syahadat Dihadapan Imam?
WAJIBKAH MENGULANGI SYAHADAT DI HADAPAN IMAM?
Pertanyaan.
Apakah untuk menjadi seorang muslim, seseorang wajib mengikrarkan dua syahadat dihadapan seorang imam yang sedang berjuang menegakkan negara Islam ? Karena teman saya mengatakan seperti itu. Karena menurutnya hukum yang berlaku sekarang ini bukan hukum Islam. Dengan jujur saya katakan bahwa saya jadi bingung karenanya. Oleh karena itu, saya mohon bimbingan dan arahan !
Jawaban.
Perkataan yang dilontarkan oleh teman anda itu tidak benar. Karena di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Khulafâ’ur Râsyidîn Radhiyallahu anhum, juga zaman setelahnya, tidak semua orang yang masuk Islam mengikrarkan dua syahadat dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para khalifah setelahnya. Padahal mereka benar-benar khalifah yang memiliki wilayah dan kekuasaan serta berhak ditaati. Bandingkan dengan kondisi imam yang dimaksudkan oleh teman Anda itu ! Imam yang dimaksudkan oleh dia, imam yang tidak memiliki wilayah dan kekuasaan, “imam” yang dia tidak berhak ditaati. Jika demikian faktanya, lalu bagaimana mungkin kita mewajibkan setiap orang untuk mengikrarkan dua syahadat di hadapan imam yang tidak punya wilayah dan kekuasaan, yang dia tidak berhak untuk ditaati?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar mentaati imam-imam (penguasa-penguasa) yang ada wujudnya, dikenal, memiliki kekuasaan untuk mengatur manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh taat (kepada imam) yang tidak ada wujudnya, tidak dikenal, dan tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan sama sekali”. [Minhajus Sunnah, I/115]
Untuk menjadi seorang muslim, cukup dengan mengikrarkan dua syahadat atau yang semakna dengannya, baik di hadapan orang Islam yang lain atau tidak, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam Islam dan meninggalkan larangan-larangan. Banyak peristiwa di zaman Rasulullah n yang bisa dijadikan sebagai contoh dalam masalah ini. Seperti penduduk kota Madinah yang masuk Islam sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke sana, raja Najasyi yang masuk Islam tanpa pernah bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berbagai peristiwa lainnya.
Atau jika terlihat mata, seseorang telah melaksanakan shalat dan ajaran Islam lainnya, maka dia dihukumi sebagai orang muslim di dunia ini. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا ، وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا ، وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا ، فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِى لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ ، فَلاَ تُخْفِرُوا اللَّهَ فِى ذِمَّتِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat sebagaimana kami, menghadap kiblat kami dan memakan (daging hewan-red) sembelihan kami, maka dia adalah seorang muslim yang memiliki perjanjian (keamanan) dari Allâh dan RasulNya. Oleh karena itu janganlah kamu mengkhianati Allâh di dalam perjanjianNya. [HR. Bukhâri, no. 391]
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa manusia itu dihukumi sesuai zhahirnya. Barangsiapa menampakkan syi’ar (ajaran) agama (Islam), maka hukum-hukum pemeluk Islam diberlakukan padanya, selama tidak nampak sesuatu yang bertentangan dengannya.” [Fathul Bâri, syarah hadits no. 391]
Atau jika seseorang saat terlahir, kedua orang tuanya atau ayahnya seorang Muslim, maka sejak kelahirannya di dunia ini dia sudah dihukumi sebagai orang muslim. Sehingga tidak perlu lagi mengucapkan dua kalimat syahadat, agar diakui sebagai seorang Muslim. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Semua bayi dilahirkan di atas fithroh, kemudian kedua orang tuanya mengajarkan agama Yahudi kepadanya, atau mengajarkan agama Nashrani kepadanya, atau mengajarkan agama Majusi kepadanya. [HR. Bukhâri, no. 4775 dan Muslim, no. 2658]
Inilah sedikit jawaban dari kami. Semoga jawaban singkat ini dapat menghilangkan kebingungan anda. Dan hendaklah anda berhati-hati, karena sepertinya teman anda itu telah terpengaruh suatu pemahaman yang tidak benar. Hanya Allâh Azza wa Jalla , kita memohon agar kita tetap diberi hidayah taufiq.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4722-wajibkah-mengulangi-syahadat-dihadapan-imam.html